Viva Italiano : NOBAR bo...!

Anda suka makan pizza ? Pasta, lasagna, atau makaroni ? Enak ? Bagi saya sih tidak terlalu enak. Paling tidak, rasanya tidak bisa dibandingkan ke-enak-annya dengan pecel ayam, soto, atau bubur ayam. Lain sekali bo !

"Minimal loe pernah makan menu-menu Eropa Kun. Paksakan aja. Memang agak neg seh", begitu kira-kira ajakan kawan saya, waktu saya baru pertama kali dijejali pizza, sekitar lima tahun yang lalu, saat baru tiba di ibu kota.

Kini saya tidak ingin mengupas tentang seluk beluk makanan Eropa itu, Italia tepatnya. Ini tentang demam sepak bola. Saya tidak mau ketinggalan untuk tidak menjadi bagian GIBOL. Gila bola ! Ya, sejak delapan besar saya rajin mengikuti pertandingan demi pertandingan yang ada.

Sempat bingung menentukan tempat nonton bareng (NOBAR), iseng-iseng saya telpon ke beberapa keduataan besar di Jakarta. Kedutaan Italia, saya pernah baca di KOMPAS, rutin menyelenggarakan NOBAR. Tepatnya di Pusat Kebudayaan Italia. Letaknya di Jl. HOS Cokroaminto, persis di seberang IZZI PIZZA.

Instituto Italiano di Cultura, demikian kata dalam bahasa Italia, yang berarti Pusat Kebudayaan Italia. Di tempat ini, beragam layanan ditawarkan. Selain ada pemutaran film secara gratis setiap jari Jumat malam, ada juga layanan kursus bahasa Italia.

Malam itu, Senin dini hari (10/07), pengunjung NOBAR luar biasa banyaknya. Saya yang datang sekitar jam 11 malam hari Minggu, tidak kebagian tempat duduk. Tiga barisan depan sudah reserved bagi keluarga dan relasi Kedutaan. Beruntung teman-teman saya akhirnya bisa duduk. Saya mondar mandir, dengan masih berdiri. Tujuan saya memang ingin lesehan di depan. Gokil bo !















Begadang sama bule-bule yang diantara mereka menenggak bir langsung dari botol, sangat mengasikkan. Apalagi ekspresi mereka, sami mawon dengan orang kita jika sedang teriak teriak di lapangan rumput, saat pertandingan Agustusan. Heboh ! Sesekali mereka masuk ke dalam ruang samping. Ya itu tadi, ambil potongan lasagna.

 

Wisata Kuliner di Bandung (2) : Het Snoephuis

Anda yang pernah ke Jl. Braga di Bandung, mungkin tidak begitu ngeh dengan toko roti yang satu ini. Ya, sekarang mungkin jamannya Kartika Sari, atau kue sus Merdeka. Het Snoephuis adalah nama yang asing bagi Anda, termasuk saya pasti.

Saya sendiri tidak tahu arti Het Snoephuis, kata dalam bahasa Belanda yang menandai toko kue yang sudah berdiri juga sejak jaman Belanda ini. Barang-barang atau perabotan peninggalannya masih sangat jelas. Bentuk toples, jenis oven dan bangunan toko roti ini masih seperti dulu. Kini, nama toko roti ini adalah Toko Roti Sumber Hidangan. Letaknya di Jl. Braga No. 20-22.

Di sebelah kanan bagian toko yang memajang kue dalam toples dan lemari kaca, terlihat mesin hitung jaman dulu kala, dengan ukuran yang sangat besar. Terbuat dari kayu, ada semacam alat putar untuk mengeluarkan hasil perhitungan. Sayang, saya tidak sempat ngobrol dengan pegawai toko yang duduk di samping mesin hitung ini. Tapi yang jelas, sudah tidak dipakai lagi.

Di sebelah mesin hitung, terdapat radio kuno yang berukuran dua kali monitor komputer yang kita pakai sekarang. Bayangkan, bagaimana besarnya radio ini. Yang jelas, bentuknya tidak se-ergonomis mini compo atau radio tape yang ada di rumah kita kini.

Ragam kue yang ditawarkan Toko Sumber Hidangan sangat lengkap. Dari roti tawar sampai roti-roti kecil seperti lidah kucing. Uniknya, pegawai toko roti ini adalah orang-orang tua. Bahkan ada yang sudah nenek-nenek. "Kun, pegawai di sini orangnya ya itu-itu saja. Bahkan mereka ada sejak saya kecil, sekarang sudah tua begitu", kata kawan saya yang asli Bandung sambil menyandarkan tubuhnya di kursi yang sudah agak lapuk dan menunjuk seorang pegawai toko yang sudah berambut putih.

(Kundiyarto M. Prodjotaruno)

Wisata Kuliner di Bandung (1)

Kali ini saya ingin cerita tentang makan dan jajanan di kota kembang, Bandung. Itu saja. Tidak yang lain.

Selama ini, Bandung terkenal dengan factory outlet dan aneka makanan yang sangat beragam. KOMPAS pernah meliputnya dalam laporan khusus hari Minggu. Lengkap dari kue sus, brownies, bakso dan seabreg jenis makanan Indonesia yang lain.

Hari Kamis dan Jumat akhir bulan Juni ini, saya berada di Bandung. Selain ada urusan kerjaan, saya juga ingin menyempatkan muter-muter di kota ini. Walau demikian, sebenarnya juga tidak terlalu direncanakan.

Salah seorang kawan, yang memang asli Bandung dan tinggal di Jl. Pasteur, dengan senang hati menemani saya dalam wisata kuliner singkat kali ini. Perjalanan kami mulai dengan makan siang di PUJASERA 487, seberang LPKIA, Jl. Soekarno-Hatta. Kantin yang ramai siang itu, dipenuhi dengan depot yang beragam. Bakso, pecel, ayam goreng, nasi rames, sea food dan aneka jus serta soft drink di counter minuman.



Sebagai appetizer, saya makan bakso Malang. Kuahnya gurih, tidak terlalu berlemak. Bakso urat, tahu putih, masih ditambah lagi dengan kerupuk pangsit. Nyam...nyam...benar-benar membangkitkan selera makan saya. Apalagi, walaupun saat itu jam 12 siang, tapi angin dan udara kota Bandung cukup dingin. Sebagai pelengkap makan bakso, saya pesan chicken stick dari counter sebuah perusahaan makanan olahan. Sedap bo !

Setelah puas makan bakso, saya pesan cumi dengan saos asam pedas. Dilengkapi ketimun dan tomat, cumi yang baru saja dimasak benar-benar makin menggugah nafsu makan saya. Lahap. Apalagi bumbu saos tiram yang dibubuhi irisan cabe rawit. Huih...Tidak ketinggalan, kerupuk menjadi pelengkap makan nasi cumi siang itu.

Rupanya hawa dingin masih tetap bertahan. Walaupun satu porsi bakso dan makan nasi cumi yang pedas telah saya santap, suhu tubuh juga belum terbantu menjadi "normal" seperti di Jakarta. Saya akhiri dengan pesan Milo panas. Lengkap sudah ritual makan siang saya. Sukses !

Dalam tulisan saya yang ke-2 nanti, saya akan ceritakan toko kue yang berdiri sejak jaman Belanda, di Jl. Braga. Lengkap dengan koleksi kunonya.

(Kundiyarto M. Prodjotaruno)

New Page 1